Tentang khawatir


khawatir/kha·wa·tir/ a takut (gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti;

Demikianlah arti kata khawatir menurut KBBI.

Entah mengapa, semakin tua, saya ini merasa semakin banyak khawatirnya. Khawatir akan masa depan pada hal kesehatan, pekerjaan, ataupun keluarga. Ngerti banget sebenernya kalau sebenarnya apa yang dikhawatirkan itu belum tentu terjadi. Paham juga, kekhawatiran di kepala itu layaknya bayangan dari barang yang tersorot cahaya, umumnya bentuknya lebih besar dari benda itu sendiri. Lebih menakutkan dari kenyataannya nanti.

I dunno, rasanya malah seperti iman yang semakin mengecil, bahkan lebih kecil dari biji sesawi.

Padahal, di sepanjang hidup udah membuktikannya sendiri juga bahwa tak selamanya kekhawatiran yang membuat overthinking itu akan terjadi. Malahan yang terjadi jauh lebih banyak yang lebih indah dari kekhawatiran yang lekat dengan hal negatif atau kurang baik.

Sementara itu, di hati kecil juga kerap terngiang-ngiang ayat alkitab berikut :

Matius 6:27 TB
Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?

Lalu mengapa masih tetap dipenuhi kekhawatiran, Dep?

……

……

Lord, forgive me for all of my worries. Not that I doubt your Grace and Powerful hand that always help me and save me.

I am no superman, I am as weak as a feather in the air.

Allow me to surrender under your wings, so I can walk with You for the rest of my life.

Thank you for being my savior.

Love you, Jesus 💞

Suka-sukamu Tuhan

Suka-suka-Mu Tuhan
Suka-suka-Mu Tuhan
Suka-suka-Mu Tuhan
Suka-suka-Mu Tuhan
Suka-suka-Mu Tuhan
Suka-suka-Mu Tuhan
Suka-suka-Mu Tuhan
Suka-suka-Mu Tuhan

Paragraf di atas itu adalah penggalan lirik lagu ciptaan Sarip Yesaya.

Pertama kali mendengar lagunya itu di youtub pas nonton live perayaan nasional Natal 2023. Yang nyanyi biduan dangdut terkenal yaitu Nella kharisma. Pas denger, yang kepikiran cuma “buset.. ada lagu rohani kayak gini” Haha..

Selain musiknya yg diaransemen ceria dan ngajak untuk bergoyang itu, lirik pamungkas yg sama dengan judul lagunya itu, sungguhlah pas banget kalau dinyanyikan pas lagi overthinking akan masa depan yang misteri.

When ngga tau harus ngapain, ngga tau bakal ngejalanin apa di masa depan, baik dalam hal keluarga, pelayanan dan apapun itu, pasrah dan berucap “suka-suka mu Tuhan aja” bisa jadi level tertinggi mempercayakan segala sesuatunya kepada-Nya. Sang Pemilik hidup yang sudah terang pasti paling tau yang terbaik bagi anak-anaknya.

So, here I am now, Lord…. Surrender all to Your will and allow me to sing “suka-sukamu Tuhan….. Suka-sukamu Tuhan” 🎼🎵🎶

*yang pengin tau lagu nya bisa liat di Link ini

Melarikan diri ke Pantai Sori Nehe

Apa yang biasanya kamu lakukan di akhir pekan saat “weekdays” yang berlalu terasa berat dan melelahkan?

Menikmati libur dengan bermalas-malasan? Atau hanya sekrol-sekrol di atas layar gawaimu sepanjang hari? Melakukan aktivitas hobi bersama teman-teman sefrekuensi?

Biasanya 3 hal yang saya sebutkan di atas adalah pilihan-pilihan saya sendiri untuk melepaskan penat yang menghimpit sepanjang Senin sampai Jumat di kantor.

Entah mengapa, sepekan ke belakang rasanya cukup berat bagi saya….. tapiii yah namanya hidup, ujian dan cobaan ya pasti ada aja kan…

Sejak jam kerja berakhir, di hari Jumat sore, saya memutuskan bahwa besok Sabtu saya ingin mengajak istri dan putri kecil saya untuk “melarikan diri” ke pantai.

Sejak bangun tidur di Sabtu pagi, saya sudah memberitahu kepada mereka bahwa kami akan ke pantai.

Semua perlengkapan piknik saya siapkan dan angkut ke atas mobil. Seperti hammock, tikar, bantal, kursi lipat dan tak lupa kudapan favorit. Untuk makanan, kami memilih membeli nasi Padang untuk dibungkus dan dibawa ke pantai.

Setelah semua siap, kami pun meluncur. Tujuan kali ini adalah Pantai Sori Nehe. Sebuah pantai yang berada di sisi Utara Kota Bima. Berjarak tempuh kurang lebih 45 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Akses jalan menuju Pantai Sori nehe sangat baik. Jalanan beraspal mulus mengantar perjalanan kami walau kontur naik turun dan berkelok-kelok. Oiya, di sepanjang perjalanan, 90 persennya menyusuri pantai di sisi kiri kami. Sangat memanjakan mata.

View sepanjang jalan
Scenery

Setibanya di lokasi, kami memilih sebuah spot rindang yang pas untuk membentangkan tikar dan menyusun posisi kursi-kursi lipat. Pengunjung pantai tak terlalu ramai seperti biasanya., menjadi salah satu alasan saya mengapa mengunjungi pantai ini. Alasan lainnya? Pantainya cukup bersih dari sampah dan bentuknya teluk dengan ombak kecil yang aman untuk anak kecil bermain-main. Selain itu, banyak pepohonan rindang untuk spot piknik, juga tersedia gazebo untuk pengunjung dan fasilitas sumur juga kamar mandi umum yang cukup “proper”.

Udah “pewe”, saatnya makan siang dengan view pantai yang cantik.

Lunch dulu guys
The corner
Bocil sampe ketiduran saking nyamannya
Bocil main pasir
The view
Main ayunan yuk

Sekadar info, tidak dipungut biaya untuk masuk ke pantai ini kecuali tiket parkir kendaraan. Biaya parkir mobil 10rb, motor 5rb dan gratis mandi juga toilet.

—–

Setelah makan waktunya menikmati pantai Jepret-jepret, bikin konten ala-ala, nemenin bocil main pasir, ayunan. Quality time bersama istri dan anak sambil menikmati keindahan ciptaan-Nya benar-benar menjadi sebuah pelarian yang menyenangkan. Kata anak Jaksel sana sih “healing”. Haha..

Saking menikmatinya, gak terasa kalau sudah sore. Waktunya berkemas-kemas, beberes lalu pulang ke rumah.

We had so much fun pokoknya hari itu.

Thanks, God.

The story of Bonbon, a loyal dog, a family keeper.

Selesai.



Alkisah, kira-kira pada pertengahan Bulan Mei 2016, saya bersama beberapa teman mendaki Rinjani. Pulang mendaki, tau-tau di rumah dapat kejutan dari istri. Ternyata pas satu malam dia pulang ibadah kebaktian Minggu, dia me-rescue seekor doggo yang terpincang-pincang di depan gereja. Atas dorongan security yang jaga gereja, istri saya membawa plg anjing kecil berwarna hitam putih yg kurus dan pincang ini.

Sebenarnya, kejadian me-rescue and bawa plg doggo ke rmh ini bukan pertama kalinya dilakukan istri. Beberapa tahun sebelumnya, waktu saya dinas ke luar kota, dia juga Nemu doggo di pinggir jalan yg dibuang org. Trus dibawa plg. Endingnya, doggo itu kami pelihara dan diberi nama “Ebbo” lalu setelah besar pada suatu hari doggo ini hilang tanpa jejak. Sejak saat itu, saya udh wanti-wanti ke istri untuk ngga usah pelihara doggo lagi. Karena sedihnya lama banget pas Ebbo ga bisa ditemukan.



Cerita berulang, doggo Hitam-Putih ini diberi nama Bonbon, plesetan kata dari Bone-Bone yg dlm bahasa inggris artinya tulang (karena kurusnya) dan Bonbon yg dalam bahasa slang Batak artinya permen yg manis.

Kami perkirakan usianya saat ditemukan itu 5-6bulanan, jadi seperti org tua zaman dulu yg ga punya dokumen lahir pasti, dibuatkan tanggal lahir lah 31 Desember 2015. Biar gampang aja 😂.

Bonbon ini spesial, Krn walau anjing jenis kampung, kecerdasannya luar biasa. Sejak pertama kali tinggal di rumah kecil kami, ia tak pernah buang air (besar dan kecil) di dalam rumah. Ia selalu menyelinap keluar dan masuk lewat tralis jendela (yang tak pernah kami tutup) untuk poop/pee di rerumputan depan rumah.



Bertahun-tahun ikut keluarga kami, rasanya Bonbon sudah menjadi anggota keluarga, kadang kami berkelakar kepada teman-teman kalau Bonbon sudah kami masukkan KK (kartu keluarga) dengan surname Simorangkir. Jadi dia resmi menjadi anjing Batak. Haha.

Selain cerdas, Bonbon beberapa kali menyelamatkan kami dari marabahaya. Setidaknya 3x dia memberitahu kalau di rumah kami ada ular. Sekali di Lombok dan 2x di rumah Bima. Gak kebayang kalau gak ada Bonbon, kami gak akan tau kalau ada ular di rumah. Tak hanya itu, di suatu malam Bonbon pernah “mengusir” maling yg sudah membuka pagar rumah kami dengan menggonggongnya.

Seperti sudah menjadi takdir Tuhan kalau Bonbon diberi tugas menemani keluarga kecil saya. Buktinya, dia pernah hilang 2x namun kembali ke rmh. Yang pertama hilang seminggu dan kami sudah pasrah merelakan tragedi “Ebbo part 2”, eh taunya dia kembali ke rmh di satu siang. Yang kedua, waktu di Sumbawa, dia kabur 3 harian, dan akhirnya ketemu lagi. Begitu juga waktu saya harus dinas ke luar kota sendiri, Bonbon lah yang bertugas menjaga istri dan anak serta rumah. Tugas yang dia lakukan dengan sangat baik. Selalu!

Ketika ada Stephanie, kami sempat khawatir kalau Bonbon akan cemburu dengan kehadiran seorang bayi. Ternyata Bonbon sangat pintar dengan “menjaga jarak” sambil tetap menjaga Stephanie saat ia tidur. Bahkan dalam tumbuh kembangnya Stephanie, Bonbon seperti menjadi bestie baginya. Nemenin main sambil menjaganya. Karna Bonbon jelas lebih tua, kami mengajari Stephanie untuk memanggilnya kakakbonbon 😃





Bonbon nyaris tidak pernah sakit, kalaupun sakit paling flu ringan dan beberapa hari kemudian sembuh.

Seminggu yang lalu, Bonbon mulai memberi tanda aneh seperti tidak mau makan, padahal yg dimasak itu makanan kesukaannya. Setelah beberapa hari tidak makan, ia mulai muntah beberapa kali.

Udah gitu, dia mulai suka menyendiri di luar rumah. Oh iya, Bonbon ini nyaris tidak pernah kami kekang ketika di dalam rumah, jadi dia bebas kelayapan di dalam rumah. Kebiasaannya adalah dia selalu suka berada gak jauh dari kami. Kali ini mulai berbeda, kalau dipanggil yang biasanya langsung mendekati, eh malah kami dicuekin.

Karena melihat kondisinya yang mulai melemah kami mulai khawatir, akhirnya kami memanggil dokter hewan ke rmh dan atas analisa pak dokter, Bonbon diputuskan untuk diinfus agar ada supply tenaga. Ketika disuntik dan diinfus pun ia tenang sekali. Pak dokter sendiri belum bisa memastikan Bonbon sakit apa, walau analisa awalnya bisa jadi penyakit “Distemper” yang biasa menghinggapi doggo.

Gonggongan yang selalu menghiasi rumah, kini mulai berkurang, jalannya mulai terseok-seok. Yang biasanya menyambut ketika kami baru pulang dari manapun dengan geal-geol ekor panjangnya, sudah tak ada lagi. Matanya semakin sayu dan turun.





Kemarin lusa, sempat saya bisikkan “jangan pergi dulu ya Bonbon” ke telinganya saat mengelus-elusnya sambil menyemangatinya. Tapi ketika semua semakin memburuk, di tengah asupan aliran infusnya, semalam saya mulai tidak sanggup lagi melihatnya menderita. Akhirnya tengah malam saya bisikkan ke telinganya “Bonbon udah boleh pergi kok kalau Bonbon udh capek, mama papa udh ikhlas… terima kasih ya udah jadi anak yang baik dan selalu ikut ke manapun dan juga menjaga mama papa juga adek. Maafin mama papa yang gak tau sakitnya Bonbon ya”.

Sekitaran pukul 02.30 pagi ternyata nafasnya sudah berhenti.

Dalam keheningan malam, kami bertiga larut dalam isak tangis dan air mata. Ternyata inilah akhir perjalanan Bonbon bersama de’kestels family.

Kami memang bersedih luar biasa, tetapi kami harus ikhlas karena Bonbon sudah tidak menderita dalam kesakitannya lagi. Dan kami sudah mengantarnya ke peristirahatan terakhir dengan perpisahan yang menurut kami sangat baik.



Tugasmu sudah selesai, Bon.
Terima kasih Tuhan sudah mengirim malaikat bernama Bonbon ke keluarga kecil kami.

7 tahun lebih yang sangat menyenangkan, membahagiakan dan tak akan terlupakan

Gak ada lagi deh ekor geal-geol yang menyambut saya ketika pulang kantor atau tatapan demanding ketika minta diajak jalan-jalan keluar di sore hari. Kami akan merindukan bulu rontokmu di setiap sudut rumah, tatapan minta dibagi cemilan saat kami makan biskuit/wafer, gonggonganmu yang kadang ganggu tidur itu 😂, atau colekanmu saat minta dielus-elus. dll..dll..

We’ll be missing u, Bonbon. A lot!

Selamat bermain-main dengan doggo lainnya yang udah duluan di surga yaaa.

Yeap, kami percaya, all dogs go to heaven.

Rest in love, Bonbon sayang.

Selamat Hari Blogger Nasional!

Konon, dari pantauan di sosmed, hari ini adalah hari blogger Nasional.

Wait…. Untuk memastikannya, saya gugling dulu yaaaa… Ahahaha.. *be right back*

*semenit kemudian*

Yak… Benerrr pemirsah… Hari ini adalah hari blogger nasional. Sebagai blogger ecek-ecek, saya bangga loh.. ada hari yang dinobatkan menjadi peringatan khusus bagi blogger.

Nostalgia dikit, dulu kenal istilah blog medio tahun 2004, kalau ga salah inget yaaa hahhaa… Bermula dari blog personal yang ada di Friendster. Eits .. Friendster? Kalau kalian familiar sama Friendster berarti kalian ga jauh-jauh umurnya sama saya. 😂

Nah… Dulu punya blog di FB itu yg baca palingan sirkel yang juga temenan di FB. Terus berkembang bikin di platform Multiply and blogspot. Multiply untuk foto-foto (dulu masih rajin jepret pake DSLR) jalan-jalan, sementara blogspot untuk curhat ga penting.

Setelah itu kepikiran bikin blog di detik.com waktu nyasar di portal berita yang waktu itu masih tenar banget. Nah waktu itu bikin alamatnya depz.blogdetik dot kom. Kenapa “depz”? Karena awalnya mau bikin “dep” tapi ga bisa 3 huruf di depan blogdetiknya. Ya udah dibikin “depz” aja sebagai pengganti dep’s alias punyanya si dep. Di-alay-in gitu dikit. 😂

Oh iya, motivasi nulis di blogdetik dulu pengen nulisin hasil jalan-jalan keliling wisata di Lombok. Sambil pengen promosiin wisatanya Lombok. Saat itu dikit banget, kalau ga mau dibilang ga ada, yang nulis wisata Lombok. Kalaupun ada paling yang mainstream kayak Senggigi n Gili Trawangan gitu. Ya udah akhirnya awal-awal posting isinya ya jalan-jalan menelusuri keindahan Lombok yang belum dikenal orang banyak. Waktu itu bangga banget misalnya gugling “Pantai Mawi” gitu terus yang muncul di halaman pertama ya tulisan blog saya. Haha norak!

Seiring waktu berjalan, makin random nulisnya, ga cuma jalan-jalan di Lombok, tapi juga jalan-jalan ke Bali, Sumbawa dan nulis puisi-puisi (yang juga alay), nulis curhat, dan juga nulis postingan sok bijak. 😂

Sejak rajin nulis di blogdetik, ternyata saya menemukan pengalaman baru. “Wah ternyata ngeblog juga bisa jadi jejaring sosial”, demikian pikir saya. Karena ada blogger lain yang baca tulisan saya, saling berkunjung, saling komen di blog yang lain. Belum lagi kalau ditambah dengan saling “add” akun Yahoo messenger untuk chat dan berkenalan. Pokoknya seru… Dulu mah media grup chat paling femes ya YM. Haha… Kalau sekarang ya model WAG gitu. Cuma kalau WhatsApp tukeran nomer hape, kalo YM ya tukeran email Yahoo… Ehhh baydeway dah pada tau kalo Yahoomail juga bakal kelar juga nasibnya karena akan ditutup selamanya kan? Huhuhu.. sedih…

Lanjut…

Makin banyak kenalan blogger, dari Aceh sampe Papua kayaknya ada. Walau cuma kenal n ngobrol via YM rasanya seneng banget. Haha..

Kemudian setelah makin berasa deket sama banyak blogger, jadi niatin kalo ke kota A pengen kopdaran sama bloggers di kota A. Kopdar pertama saya akhirnya kejadian di Jakarta. Ketemu bloggers dari detik pas event nonton bareng film “Jermal”. Rasanya seru akhirnya bisa ketemu langsung mereka yang selama ini cuma ngobrol via chatroom. 😂

Bertahun-tahun ngeblog dan saya berkesempatan ketemu bloggers pas ke Medan, Bandung, Bogor Salatiga, Semarang, Surabaya sampai Bali. Gokil juga kalo dipikir-pikir. 😁

Beberapa tahun yang lalu blogdetik pun tamat riwayatnya. Rasanya sedih karena berkat blogdetik jadi tau nulis itu seperti apa, harus gimana, yaa walau sampai sekarang penulisan saya di blog juga rasanya masih cupu aja. Hahaha… Tapi berkah ngeblog buat saya luar biasa banyak.

Ga usah ngomongin materi deh, karena ntar ujungnya riya’.. jiyahhhh 😂 Tapi beneran yang pasti saya bersyukur pernah nyemplung di dunia blog. Makanya sampai sekarang saya bela-belain nulis. Walau kadang kalau pas sibuk banget, bisa-bisa cuma nulis 1 postingan dalam beberapa bulan bahkan setahun lebih. 😁

Buktinya blog ini masih hidup kan yeeee? Hahaha…..

Buat kalian yang masih ngeblog saya ucapkan “kalian keren!!” Serius… Saya salut buat teman-teman yang masih konsisten nulis dan berbagi tulisan… Keep up the good work, Guys..

Semoga saya bisa ketularan rajinnya kalian yaaa.. 😂

Izinkan saya mengulang kalimat di judul postingan ini.

Selamat hari blogger Nasional!!

Berbagi momen tanpa batas bersama #UnlimitedMAX.

Di era digital seperti sekarang ini, sambungan internet menjadi salah satu kebutuhan, yang bagi banyak orang boleh dikategorikan sebagai kebutuhan primer. Tidak bisa dipungkiri lagi, karena hampir semua bidang kehidupan sudah tersentuh yang namanya teknologi informasi yang membutuhkan sambungan internet.


Masih gak percaya?


Coba kita cek, kebutuhan sandang? Begitu banyaknya aplikasi-aplikasi online yang menyediakan layanan yang memudahkan kita untuk membeli pakaian tanpa harus datang ke gerai/penjual.


Pangan? Oh jelas… Siapa yang tidak kenal aplikasi untuk memesan makanan atau minuman favorit hanya melalui telepon pintar di tangan?

Papan? Cukup login akun media sosialmu untuk mencari informasi penjual rumah/apartemen atau misal sekadar mencari penginapan sementara.

Semudah itu semuanya dilakukan dengan sambungan internet.

Sambungan internet benar-benar menyentuh hampir semua lini kehidupan kita. Pekerjaan sehari-hari, rutinitas sampai hobi.

Bicara soal hobi, saya sendiri memiliki hobi “traveling” alias jalan-jalan. Memang levelnya belum sekeren trinity traveler, alexander Thian, Marischka prudence, Nicsap, Denny Sumargo atau selebgram traveler lainnya sih. Jauhlah… Haha…

Ya jalan-jalan saya masih sekitaran Lombok, karena saya memang berdomisili di Lombok dan sesekali explore sudut lain Indonesia. Hobi jalan-jalan saya ini awalnya dimulai ketika saya pindah ke Lombok dan saya mulai mengeksplor keindahan Pulau Lombok.

Bersama teman-teman saya mendatangi sudut-sudut indah di Lombok. Nah karena belasan tahun yang lalu referensi objek wisata di Lombok masih sangat minim, saya pun memutuskan untuk membuat blog khusus di salah satu platform yang menceritakan objek-objek wisata di Lombok yang saya datangi.

Sejak ngeblog, saya pun semakin rajin untuk mengeksplor dan “memberitakan” keindahan Lombok di blog sederhana saya itu. Dan tak hanya eksplor Lombok, saya mulai menjejaki sudut lain Nusantara, seperti Bali, Tanjung Bira, Flores, Bromo, Jogja, Bandung, Danau Toba dan Kepulauan Karimun Jawa, dll. Dan hampir selalu setelah traveling, saya membagikan cerita perjalanan saya di blog.

Tapi sejak kurang lebih 5-6 tahun yang lalu, setelah microblogging seperti Instagram semakin populer, ditambah media sosial seperti Facebook buatan Mark Zuckerberg menjadi primadona, blog pun semakin ditinggalkan. Dan naas, platform blog yang tadi saya ceritakan pun ditutup oleh sang pemilik domainnya.
Tapi, karena sudah “kadung” menjadi hobi, traveling sudah menjadi bagian hidup saya. Jalan-jalan adalah salah satu cara saya menikmati dan mensyukuri nikmat hidup dari Tuhan.

Hobi berbagi cerita jalan-jalan saya pun tetap saya geluti. Namun yang membedakannya adalah sekarang saya lebih aktif berbagi cerita traveling melalui FB dan Instagram. Kalau dulu mau cerita di blog harus buka PC/laptop, sekarang dengan ponsel pintar pun, saya bisa langsung berbagi cerita jalan-jalan dan foto jalan-jalan saya di akun media sosial saya.

Balik lagi ke sambungan internet nih, hobi “traveling then sharing” saya pun tentunya tidak bisa saya jalani tanpa sambungan internet yang mumpuni. Soalnya kerap saya bersama istri dan anak “blusukan” ke spot-spot wisata yang cukup terpencil.

Eksis sambil traveling.

Untungnya bagi saya, kini ada kartu perdana Internet #UnlimitedMAX dari Telkomsel. Harganya sangat bersahabat karena murah, koneksi internetnya kencang dan kuota yang Unlimited bikin saya yang traveler level beginner ini bisa tetap eksis berbagi momen tanpa batas. Siapapun tau kalau cover area Telkomsel udah yang paling keren di negeri ini, yeee kannnn? Jadi gak perlu khawatir nggak bisa dapet sinyal internet bahkan ketika eksplor satu daerah yang jauh dari keramaian.

Asik banget lah pokoknya…

Buat kalian yang suka galau karena pas jalan-jalan ngga bisa ngeksis, gak bisa posting story di akun medsos, cobain deh, beli kartu perdana Internet #UnlimitedMAX di outlet terdekat atau cek di http://tsel.me/unlimitedmax . Mulai dari Rp 20.000 aja udah bisa bikin kamu eksis dengan #GayaUnlimited.

Oh iya, di masa pandemi seperti sekarang ini, traveling lah dengan bijak yaaa.. jauhi spot wisata yang ramai, kenakan masker dimanapun, jaga jarak dan rajin cuci tangan. Di Indonesia buanyak bangat kok spot wisata, jadi pilih yang lokasinya aman untuk keselamatan pribadi. Ingat untuk #staysafe.

Heyhoooooo

Langsung saja….

Ini adalah postingan basa-basi demi apdet sekadarnya. Aduh kangen bener sebenernya cuap-cuap di blog. Selama ini hasrat cuap-cuap disalurkan di Twitter, ige dan efbi palingan. Haha…

Salut dan hormat buat kalian para bloggers yang masih rajin apdet blog (note : bukan postingan berbayar atau ikut lomba loh ya) 😝.

Oke segini aja dulu, semoga postingan ini men-trigger diriku untuk lebih rajin lagi nulis di sini.

Ciao….

Perjalanan 1000 kilometer Menyusuri “The Majestic Banyuwangi”

 

img_20180611_064534
Ijen Crater – (pic: idep)

 

 

 

Traveling adalah salah satu cara saya untuk menikmati hidup dan mensyukurinya.

Mengapa? Karena dengan traveling, ada begitu banyak hal yang saya dapatkan. Di antaranya adalah kepuasan batin, menambah pengalaman dan mendekatkan diri kepada alam juga sang Pencipta.

Oleh sebab itu, saya dan istri memiliki resolusi yaitu setiap tahun mengunjungi setidaknya satu tempat yang belum pernah kami datangi. Dan pada akhir 2017 kemarin, saya memutuskan bahwa Banyuwangi akan menjadi salah satu target destinasi kami.

Kenapa Banyuwangi? Alasan pertama, tentunya karena kami berdua sama sekali belum pernah berpetualang ke Banyuwangi. Dan alasan kedua adalah Banyuwangi masuk ke dalam daftar “10 Destinasi Branding” wonderful Indonesia yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Jadi, rasa penasarannya dobel… Haha…

 

***

Karena rasa penasaran itulah akhirnya kami memutuskan untuk mengeksplor pariwisata yang ada di Banyuwangi beberapa waktu yang lalu.

Seperti biasa, walau memiliki target lokasi yang akan dikunjungi, saya hampir tidak pernah menyusun itinerary sebelum bepergian. Oleh sebab itu ketika memutuskan akan ke Banyuwangi, target utama kami sementara hanya mengunjungi kawah Ijen. Sisanya? Nanti saja lihat setelah di sana. Haha…

Yah memang beginilah cara kami ketika berpetualang. Menikmati sensasi dan kejutan serta improvisasi ketika jalan-jalan menghadirkan keasyikan tersendiri.

***

Oh iya, untuk perjalanan liburan kali ini kami berdua akan menggunakan roda dua. Touring! Dan ini bakal jadi touring terjauh kami.

Perjalanan dari Lombok hingga Banyuwangi kami tempuh dalam waktu kurang lebih 16jam. Rutenya adalah Mataram – pelabuhan lembar – pelabuhan Padangbai – Tabanan – Pelabuhan Gilimanuk – Pelabuhan Ketapang – Ijen.

Menyebrangi 2 selat yakni Selat Bali dan Selat Lombok dan menempuh jarak kurang lebih 310 km dari Mataram sampai ke Ijen, Banyuwangi. Perjalanan yang panjang dan melelahkan.

Sore setibanya di Ijen kami langsung menyewa penginapan di daerah Licin, kampung terakhir sebelum kawasan wisata Ijen. Setelah beristirahat melepaskan keletihan dan kantuk, tepat tengah malam kami berangkat menuju Paltuding. Starting point untuk pendakian ke Gunung Ijen.

Ternyataaaaaa bener kata pepatah.. “no pain… No gain”

Untuk mendapatkan hasil yang indah, dibutuhkan perjuangan yang luar biasa pula.

 

Ketika start dari penginapan ke Paltuding, kami harus melewati jalan berliku tajam, menanjak, gelap gulita dan bonus hujan lebat. Cukup memacu adrenalin di tengah malam buta. Untungnya ketika tiba di Paltuding, hujan berhenti. Segera kami mendaftar di bagian registrasi, bayar lalu mempersiapkan alat (jaket, masker, senter, dll) dan logistik (snack, air minum) yang harus dibawa.

Pendakiannya sendiri lumayan menguras tenaga. Dalam cuaca yang dingin, ditambah jalan menanjak dengan tanah yang cukup licin menambah tingkat kesulitannya.

Bersama ratusan pendaki lainnya dan juga para penambang belerang lokal yang lalu lalang, akhirnya kami tiba di puncak Ijen sekitar pukul 3 pagi.

Langit begitu clear dengan taburan jutaan bintang di angkasa begitu indah… Bintang-bintang itu rasanya begitu dekat, seolah-olah persis berada di atas kepala kita. Tak putus kami mengucapkan “how great is our God”.

Setelah sejenak beristirahat, kami turun menuju kawah untuk menyaksikan fenomena alam “blue fire” yang legendaris itu dengan mata kepala sendiri secara langsung.

ijen 2
sunrise chasers – (pic: idep)

ijen
Ijen Crater – (pic: idep)

How lucky we are!!

Lidah api kebiruan menari-nari begitu indahnya. Oh iya, buat yang belum tau, fenomena alam “Blue fire” ini hanya dapat disaksikan di dua tempat di bumi. Di Ijen dan di Islandia.

Setelah puas menikmati “Blue fire”, kami kembali ke puncak untuk menanti “sunrise” muncul. Selain momen si api biru, momen matahari timbul di ufuk timur adalah yang paling ditunggu di Ijen.

Perlahan sang surya mulai muncul perlahan di ufuk Timur… Indah sekali!

Teringat akan slogan pariwisata Banyuwangi yang dulu yakni “Sunrise of Java”.

Catatan buat kalian yang ingin ke Ijen untuk pertama kalinya:

  1. Waktu terbaik untuk berkunjung ke Gunung Ijen adalah di musim kemarau pada bulan Juli sampai September.
  2. Untuk kalian yang tidak kuat “hiking” dapat memanfaatkan penyewaan “ojek trolley” yang akan mengantar kalian naik turun puncak Ijen.

 

***

Puas menikmati Ijen, kami memutuskan untuk kembali beristirahat di penginapan dan siangnya kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Pulau Merah. Berkendara kurang lebih 3 jam dengan kecepatan rata-rata 60-80km/jam, kami tiba di Pantai Pulau Merah.

Setelah suasana gunung yang sejuk, pilihan terbaik selanjutnya tentu saja pantai yang hangat, bukan?

5.jpg
Pantai Pulau Merah – (pic: idep)

 

Pantai Pulau Merah ini sungguh rapih. Itulah kesan pertama yang muncul ketika kami sampai. Buat kami yang “kenyang akan pantai-pantai” di Lombok, Penginapan yang berjajar di dekat lokasi pantai, warung makan yang ditata, penjaga pantai yang aktif benar-benar membuat kami tak menyesal jauh-jauh ke pantai ini. Segera kami memarkir motor lalu menggelar kain pantai untuk leyeh-leyeh menanti sunset yang akan segera datang.

Senja terbenam, pantai nan indah, suara debur ombak, secangkir kopi instan plus cemilan di tangan, dan pelukan sang terkasih.

pantai pulau merah
waiting for sunset – (pic: idep)

Perfetto!!!

9.jpg
maafkan kenarsisan kami 😛

***

Kamipun menginap semalam di sebuah homestay yang bersih, fasilitas komplit (AC, WiFi, kamar mandi dalam) seharga 250rb/malamnya.

Keesokan harinya setelah browsing sana-sini kami memutuskan akan mengunjungi satu tempat yang lagi hits di Instagram. Namanya “De Djawatan”. Pantai Pulau Merah ke Depan Djawatan ini berjarak tempuh +-2,5jam.

de jawatan
De Djawatan – (pic: idep)

de jawatan #2
The views – (pic: idep)

De Djawatan sendiri dulunya adalah tempat pengelolaan kereta api, namun kini menjadi sebuah destinasi yang sedang naik daun karena lokasinya yang Instagram-able. Kumpulan pepohonan trembesi yang berusia puluhan tahun ini berada di Benculuk, Kecamatan Cluring, Banyuwangi. Sekilas mirip hutan Fangorn yang ada di dalam Film The Lord of The Rings. Pengelolanya cukup kreatif menata lokasi ini, dengan menambahkan fasilitas seperti tempat duduk, rumah pohon, penyewaan ATV, delman dll. Dengan harga tiket masuk per-orang yang hanya Rp 2000 sungguhlah membuat De Djawatan wajib kalian kunjungi ketika ke Banyuwangi.

Sambil menikmati rimbun dan kerennya De Djawatan, saya kembali browsing untuk mencari destinasi terdekat yang pantas untuk didatangi. Akhirnya terpilihlah “Pantai Plengkung” menjadi tujuan berikutnya.

Tak menunggu lama, saya memacu motor menuju Pantai Plengkung yang berada di Kawasan Hutan Alas Purwo. Pantai yang juga terkenal dengan nama G-Land ini konon adalah pantai favoritnya para surfers dunia. Itulah salah satu sebabnya saya menjadi penasaran akan pantai ini.

Sayangnya, ketika kami tiba di Plengkung, hari sudah terlalu sore sehingga kami hanya sempat menikmati suasana sunset tak lebih dari 15 menit. But thats okay, at least Plengkung Beach is finally checked in my list.

plengkung
Plengkung Beach – (pic: idep)

Suasana semakin gelap, kami memutuskan beranjak menuju Ketapang untuk menginap semalam sebelum kembali pulang. Hampir 3 jam kami tempuh hingga tiba kembali di Ketapang dan penginapan kelas melati menjadi tujuan kami. Maklum, travelers pas-pasan. Haha.

***

Keesokan harinya sekitar jam 9 kami berkemas dan menuju pelabuhan Ketapang yang berada tak jauh dari penginapan.

Sebelum masuk ke area pelabuhan, kami menyempatkan diri untuk sarapan di sebuah warung makan. Iseng menanti pesanan datang saya pun berselancar ria di internet. Googling tentang taman nasional Baluran.

Entah kenapa hati kecil saya seperti berbicara “mumpung di sini dep, kapan lagi ke Baluran” dan saya pun mengangguk lalu menyampaikan kepada istri.

Let’s go ke Baluran” ujar saya

Lhooo… Gak jadi nyebrang nih?” balas istri

Ini dr google sih ga sampe sejam” kata saya lagi sambil menunjukkan foto-foto Taman Nasional yang ada di gawai saya

Okay….kuy” Istri saya setuju

Kelar makan saya dan istri lanjut ke Baluran… Batal nyebrang ke Bali. Haha…

Yang namanya nge-trip memang selalu ada faktor kejutan dan di sanalah seninya. Kejutan tak berhenti di sana karena nyasar. Yeap, kami sempat nyasar ketika menuju pintu gerbang Taman Nasional Baluran.

img_20180613_135307img_20180613_142734

Akibat dari terlalu asyik menikmati pemandangan di kanan dan kiri, kami melewatkan plank gerbang pintu masuk. Fatal, karena seharusnya dari Ketapang kami cukup menempuh jarak 20km-an saja. Tapi kami melenceng hingga km 50. Haha… Akhirnya putar balik dan setelah memanfaatkan GPS (gunakan penduduk sekitar) kami menemukan pintu masuknya.

Setelah registrasi dan sedikit berbincang-bincang mengenai Taman nasional dan fasilitasnya dengan petugas, kami pun masuk Taman Nasional Baluran.

Jadi, Taman Nasional Baluran ini adalah “Afrika-nya Indonesia” prenssss….

Jarak dari gerbang masuk sampai ke Savana Bekol +-10km. Sepanjang jalan kami berdoa agar motor kami cukup kuat, karena mayoritas jalan yang dilalui adalah jalan berbatu tajam. Kekhawatiran kami “mudah-mudahan gak pake acara ban bocor” karena akan jadi musibah mengingat di sepanjang jalan hanya ada rerumputan, pepohonan, hewan.

baluran
Savana Bekol – (pic: idep)

baluran 3
sunset at savana bekol – (pic: idep)

Setelah berkendara sangat pelan nyaris 45menit, sebuah padang savana luas dengan banyak kerbau dan monyet di tengahnya menyambut kami. Namanya Savana Bekol.

Sesekali kami berhenti menepi untuk berfoto sambil mengamati sekeliling, lalu kami pun menuju Pantai Bama yang berjarak kurang lebih 3km dari Savana Bekol. Savana Bama berada di tengahnya antara Savana Bekol dan Pantai Bama. Beberapa kawanan monyet, burung, rusa dan kerbau nampak di Savana Bama.

Taman Nasional Baluran memiliki dua spot yang biasanya didatangi pengunjung, yaitu Savana Bekol dan Pantai Bama. Keduanya memiliki fasilitas penginapan bagi pengunjung yang ingin menginap. Setibanya di Pantai Bama, kami langsung ke pantai. Air laut sedang surut sore itu. Namun tidak mengurangi keindahan pantainya. Tak jauh dari pantai ada dermaga mangrove dengan jembatan yang dikelilingi bakau begitu cantik.

Sore itu pengunjung tidak banyak, selain kami berdua tak kurang 10 pengunjung yang ada. Asyik banget pokoknya! Selain penginapan, fasilitas yang diberikan di Bama ini sangat oke menurut saya. Toiletnya bersih dan rapih, mushollanya juga. Juga terdapat kantin di sudutnya. Pas banget buat kami mengisi perut sambil mengadopsi sejenak.

Sembari menyantap late lunch (or early dinner?), kami ngobrol banyak dengan si ibu penjaga. Saat itulah kami putuskan kalau kami akan menginap semalam lagi di Savana Bekol. Sepertinya kami cukup tergoda akan sensasi menginap di tengah-tengah alam liar.

img_20180613_164533
Pantai Bama

Ditengah jalan kembali menuju ke Savana Bekol, kami sempat menikmati sunset yang begitu menawan.

Suasana semakin remang kami menuju penjaga penginapan untuk menyewa kamar. Ada beberapa pilihan penginapan sederhana. Please, jangan bayangkan penginapan bintang 5 dengan segala fasilitasnya. Harga kamarnya per malam hanya 150-300rb. Tentunya kami memilih kamar termurah Donk. Hihihi…

img_20180614_092404
penginapan murah meriah di savana bekol – (pic: idep)

Dari Pak Anies, sang penjaga, kami mendapat info listrik di penginapan hanya akan menyala sampai jam 10 malam. Setelah itu generator akan dimatikan kecuali di pos jaga.

Wah! Udah kebayang serunya!

Benar saja, sepanjang malam yang terdengar hanya suara angin, burung, monyet-monyet yang bermain lepas di sekitar Savana. Hape tak berfungsi maksimal karena sinyal internet yang “gagap”. Tapi tak mengapa, karena kami memang pure ingin menikmati keheningan dan alam tanpa distraksi teknologi.

Sebuah sensasi yang huwow…

Pengalaman pertama yang mungkin belum tentu akan terulang lagi. Bayangan saya malam itu adalah “oh begini rasanya hidup di padang savana di Afrika sana”. Haha…

Ketika pagi datang, kami bergegas ke luar menyaksikan kerbau-kerbau datang ke Savana Bekol untuk mandi dan minum di kubangan kolam. Duduk di pinggiran Savana sambil menikmati hewan-hewan di kejauhan.

Dari hasil obrolan dengan Pak Anies semalam, kami mendapat info bahwa sebenarnya ada banyak spesies yang ada di Taman Nasional Baluran ini. Selain yang sempat kami lihat dengan mata sendiri seperti monyet, kupu-kupu, Banteng, kerbau liar, Ajag, Kijang, Rusa ada juga Macan tutul, kancil, kucing bakau. Total 26 jenis mamalia dan 155 jenis burung.

Amazing!!

Sama sekali tak berlebihan kalau Taman Nasional Baluran ini disebut “Afrika-nya Indonesia”.

Bagi para pengunjung yang ingin melihat lebih banyak spesies yang ada, dapat menyewa rangers untuk diantarkan ke spot-spot spesies tersebut.

Terus nih, berkat kami yang kepo dan banyak tanya ke Pak Anies yang bersahabat itu, kami juga dapat satu referensi wisata sebelum pulang, namanya Waduk Bajul mati yang berjarak tak jauh dari gerbang pintu masuk Taman Nasional Baluran.

Ya udah dong, karena katanya lokasinya ga jauh jadi keluar Baluran kami langsung melipir ke Waduk Bajul mati.  Kira-kira 10 menit kemudian kami sampai.

Waduk Bajulmati adalah sebuah waduk yang terletak di perbatasan wilayah Kabupaten Banyuwangi dengan Kabupaten Situbondo , Provinsi Jawa Timur , Indonesia . Waduk Bajulmati yang terletak diantara Gunung Baluran dengan Pegunungan Ijen ini dibentuk dengan membendung Sungai Bajulmati sebagai sumber air utamanya dengan luas hampir 100 km persegi dan dapat menampung air dengan kapasitas maksimal 10 juta meter kubik. Istimewanya Waduk Bajul Mati adalah gundukan-gundukan tanah menyerupai pulau kecil di tengah waduk dan panoramanya yang indah menjadikan waduk ini sangat “Instagram-able“.

waduk bajul mati
waduk bajul mati – (pic: idep)

IMG_20180614_130246.jpg
another view of bajul mati – (pic: idep)

Waduk Bajul mati dapat menjadi opsi wisata tambahan ketika mengunjungi Taman Nasional Baluran.

Beneran gak nyesel deh kemarin memutuskan gak jadi nyebrang pulang. Karena bisa dapat 2 objek bonus di liburan kali ini

***

Time to go home

Kelar menikmati Bajul mati kamipun langsung bergegas menuju Pelabuhan Ketapang untuk pulang kembali ke Lombok.

Sesampainya di rumah dan saya menghitung jarak tempuh yang kami jalani selama explore Banyuwangi kemarin. Ternyata mencapai 1000kilometer. Gokil euy!

***

Terus terang walau sejak lama bermimpi untuk jalan-jalan ke Banyuwangi, saya tidak pernah membayangkan bahwa Banyuwangi memiliki begitu banyak objek wisata yang keren-keren buangettt.. dan menurut saya sih objek-objek wisatanya teroganisir dengan baik.

Tidak heran sampai masuk ke 10 destinasi branding wonderful Indonesia.

Seperti taglinenya kini, Banyuwangi memang “majestic”.

 

 

 

 

 

 

 

 

Kisah pelari gendut ikutan Rinjani 100

Sesekali, lakukanlah hal gila dalam hidupmu. Rasanya menyenangkan dan membuat hidup terasa lebih hidup.

Saya ingat saya pernah membaca sebuah kalimat kurang lebih seperti kutipan di atas.

Dan tempo hari saya baru saja melakukan salah satu hal tergila dalam hidup saya. Setidaknya menurut saya sendiri sih.

*****

Seperti yang sering saya ceritakan di blog ini, bahwa 2 tahun terakhir ini saya cukup intens berolahraga lari. Salah satu efek dari bergabungnya saya dengan sebuah komunitas lari Lombok Based RunnersRunJani“.

Pengalaman demi pengalaman saya dapatkan ketika semakin mengenal dunia lari. Mulai dari nambah kawan begitu banyaknya, mengikuti event lari pertama di Lombok Marathon 2016, join Virtual Run en ColorRun, sampai pecah Half Marathon pertama di Karang Asem Run dan masih banyak lagi.

Seperti halnya belajar, semakin mendalami dunia lari, semakin rasanya nggak tau apa-apa soal lari. Contohnya, selama ini nggak tau pentingnya pemanasan sebelum berlari dan pendinginan sesudah berlari. Atau baru tau kalo ada lari yang levelnya ekstrim. Namanya Ultra atau Trail. Kalau ultra ini lari dengan jarak tempuh di atas 42,195km (Full Marathon), sementara trail run adalah berlari tidak pada lintasan road alias larinya ke hutan, gunung, bukit.

Nah, kegilaan yang saya maksud di atas itu ada hubungannya dengan lari-larian.

Kegilaan itu adalah berlari di Gunung Rinjani. Kalau orang “normal” ke Rinjani itu mendaki, berkemah, santai-santai mancing di Segara Anak, mandi air panas di Aiq Kalaq, kalau saya malah lari-larian di Rinjani. Lari paling jauh aja cuma 23k di road, lah ini mau nyoba 27k dan nanjak gunung!

Di postingan ini saya akan cerita pengalaman pertama ikutan event trail run.

Nama event-nya Rinjani 100.

Rinjani 100

*****

Rinjani 100 pertama kali diadakan pada tahun 2016 dengan 4 kategori jarak yaitu 27k, 36k, 60k dan 100k. Event ini sebelumnya bernama MRU (Mount Rinjani Ultra) 52k dan RAR (Rinjani Altitude Run) 22k.

Pada penyelenggaraan tahun ini panitia kembali menghelat 4 nomor kategori persis seperti 3 tahun sebelumnya.

Rinjani 100

*Daftar kategori, jarak dan elevasi*

Trus, pelari gendut daftar yg kategori berapa dep?

Ya tentunya yang paling pendek jaraknya lahhhhh… . 27k. Haha!

Saya sadar diri banget kok untuk ngga sok-sokan daftar kategori yang saya sendiri ngga ngerasa mampu mencapainya.

Motivasi awal ikutan Rinjani100 kelas 27k nggak muluk-muluk sih. Bukan ngejar target waktu atau medali, tapi hanya untuk mengukur kemampuan diri sendiri sambil piknik elevasi #tsahh…

Malahan supaya tidak mematok target tinggi yang akhirnya bisa menjadi beban untuk diri saya sendiri, saya bilang ke istri “anggap aja beli Jersey race-nya”. Kebetulan waktu daftar, saya daftarnya offline via komunitas, jadi harganya sangat murah. Gak beda jauh sama beli Jersey lari. Berbeda ketika mendaftar online, harganya sangat mahal untuk ukuran saya yang pelari ber-bujet. Haha!

*Daftar harga registrasi*

*****

Persiapan menuju Race

Untuk persiapan menuju Rinjani 100 bisa dibilang latihan saya nggak cukup bagus dan memadai. Nggak pernah latihan nge-trail, nggak pernah latihan repeat-hill, nggak pernah latihan tempo dan interval. Latihan yang saya lakukan hanyalah sebatas short run ( di bawah 10k), beberapa kali long run (10-18k) pokoknya total 100k/bulan, juga latihan core yang cuma 2 Minggu sekali.

*Training History*

Please, buat kalian yg pemula kayak saya, hal ini sangat tidak baik untuk ditiru. *Tutup muka*

*****

Race time.

Beberapa hari menjelang race, adrenalin mulai terasa walau tidak se-deg-degan ketika race HM di Lombok Marathon dan KarangAsemRun. Kembali lagi mungkin karena saya tidak mematok target harus finish under COT (cut-off-time).

Oh iya, fyi, untuk kategori 27K COT-nya adalah 9 jam. Artinya setiap peserta harus finish sebelum 9 jam untuk mendapatkan medali finisher.

Sejujurnya ada beberapa alasan kenapa saya tidak mematok target finish under COT selain persiapan yang tidak maksimal. Alasan lainnya adalah saya kan belum pernah ikutan trail run baik resmi maupun latihan. Dan alasan kedua adalah pengalaman 2x mendaki Rinjani dimana kali pertama saat mendaki dulu waktu yang saya butuhkan untuk mencapai pelawangan Sembalun +- 13jam dan kali kedua waktu yang saya tempuh untuk mencapai pelawangan Sembalun +- 11jam. Dan keduanya itu one way. Bukan tek-tok. Sementara kali ini saya harus tek-tok dari kantor Taman Nasional Gunung Rinjani ke Pelawangan Sembalun dalam waktu 9jam atau kurang. 😁

What. A. Big. Challenge.

Ada beberapa kendala kecil yang juga saya hadapi sebelum hari race. Salah satunya adalah soal sepatu khusus trail yang baru saya miliki (uhuks! 😂), sama sekali belum pernah dicoba lari pada lintasan off-road. Dua kali percobaan berlari menggunakan sepatu trail ini hanya di road kurang dari 7k. Untuk yang belum tau perbedaan sepatu road dan sepatu trail, perbedaan signifikan adalah pada bagian sol sepatu dimana sepatu trail memiliki grip/outsole/tapak bawah lebih bergerigi. Analoginya adalah ban pada sepeda motor trail yang berbeda dengan ban motor konvensional yang lebih soft n mulus. Sol bergerigi ini digunakan agar ketika menghadapi track berbatu/tanah yang tidak rata, pelari tidak mudah terpeleset.

Selain sepatu, di hari h-1 saya sempat mengalami diare. Bener-bener bikin lemes en panik! Untungnya sampai Jumat siang, diarenya berhenti dan kondisi badan mulai enak. Alhamdulillah!

*****

Hari H.

Jumat siang saya berangkat ke Sembalun bersama kawan-kawan Runjani dan tiba di Sembalun sekitar jam 5 sore. Langsung menuju Race central di hotel Nusantara yang menjadi lokasi pengambilan racepack juga lokasi start/finish untuk kategori 27k dan 36k.

Total ada 1163 peserta dari 39 negara mengikuti event Rinjani 100. Oh iya, Rinjani 100 sendiri adalah sebuah event trail running yang termasuk pada elite grand Slam ultra Indonesia. Selain Rinjani 💯, ada 4 event lainnya yang termasuk elite grand Slam ultra Indonesia. Yakni, Mesastila peaks challenge, Bromo Tengger Semeru 100 Ultra dan Gede Pangrango 100. Pemenang dari seri-seri tersebut memiliki kesempatan untuk berkompetisi pada hajatan Event Trail paling bergengsi di dunia yakni UTMB di prancis.

Rasanya bangga juga bisa ikutan event keren yang bergengsi ini. Oh iya, konon kata seorang teman, Rinjani 100 ini adalah event trail paling keren se-Asia. 😁.. makin bangga deh!

Racepack kali ini hanya berisi BIB (nomor dada peserta) dan kaos peserta. Btw, kaos pesertanya keren. Bahannya asyik dan desainnya keceh! Oh iya, selain itu setiap peserta mendapatkan gelang yang juga berfungsi sebagai “chip” yang akan digunakan untuk “sensor” atau penanda ketika tiba pada titik-titik check point.

With costume n BIB

Bracelet chip

Course Map for 27k

Sepulang berfoto dan bercengkrama dengan kawan-kawan komunitas RunJani, kami beranjak ke penginapan yang sudah kami pesan jauh-jauh hari. Kemudian menyiapkan semua keperluan untuk race besok.

Kawan-kawan peserta kategori 100k dan 60k sudah merapat ke garis start di Senaru sejak pukul 10. Start kategori 100 dan 60 adalah Jumat malam pada pukul 23.30 Wita. Sementara peserta 36 memulai lomba pada jam yang sama dengan titik start race central hotel Nusantara di Sembalun.

Di Penginapan yang tersisa hanya kami peserta 27k dan tim support yang juga kawan-kawan komunitas RunJani.

*****

Setelah tidur yang sangat tidak berkualitas, (saya hanya tidur lebih dari 4 jam dan tidak bisa dibilang nyenyak sekali), alarm hp membangunkan saya pukul 3.30 pagi.

Cuci muka, sikat gigi dan berganti kostum. Cuaca Sembalun yang sungguh dingin membuat malas untuk mandi. Jangankan mandi, nyentuh air dengan jari saja sudah membuat menggigil. Haha!

Check gear dulu. Hydropack, tracking pole, Counterpain, Suplemen, minuman, Snack, buff, sarung tangan, kaca mata, semua sudah siap. Sip!

Waktunya sarapan. 😁

Karena ini adalah lomba yang akan sangat menguras tenaga, sarapan dengan makanan berat sangat penting buat saya pribadi, walau bagi beberapa kawan, saya tidak melihat mereka mengisi perutnya dengan makanan berat. Untuk menu sarapan saya sudah mempersiapkan nasi dan ayam goreng buatan kolonel Sanders itu.. eits ini bukan endorse apalagi iklan. 😅

Selepas sarapan, saya memaksa untuk pup agar perut kondusif sepanjang race. Kan ga asyik lagi lari-larian malah sibuk cari tempat buat “nongkrong” 😁. Setelah perut aman, sekitar pukul 4.15 kami berjalan menuju Race central yang tak jauh dari penginapan. Lumayan, hitung-hitung pemanasan.

Sampai di race central, peserta 27k sudah ramai. Walau suhu semakin terasa dingin, namun Adrenalin mulai terasa meninggi. Nervous dan excited bercampur jadi satu.

Ready for start

Sebelum pemanasan, lagi-lagi saya mampir ke toilet, demi memastikan isi perut tidak “kepenuhan”. Ritualnya sang pelari gendut. 🙈

Setelah pemanasan, check in dengan menunjukkan gelang chip kepada panitia. Hal ini wajib dilakukan agar peserta dipastikan memulai lomba dari titik start.

Tepat jam 5.00 lomba dimulai, bendera start diangkat oleh Kang Hendra Wijaya sebagai event owner Rinjani 💯 dan sekitar 110an peserta kategori 27k melintasi garis start.

*****

The Run

Strategi saya sama seperti di lomba-lomba sebelumnya, yaitu ketika start saya tak ingin ngotot. Alasannya badan belum terlalu “panas” dan saya harus pintar-pintar mengatur ritme. Oleh sebab itu di 7 kilometer awal dari start sampai Padang Savana saya hanya berlari-lari kecil diselingi jalan cepat ketika lintasan agak menanjak. Lagipula berlari di tengah kegelapan (penerangan jalan hanya dibantu headlamp pelari) dengan lintasan tanah berdebu tebal juga berbatu besar dan naik-turun sungguh menyulitkan.

Saya berlari beriringan dengan Miq Gigih. Beberapa grup kecil mulai terbentuk, grup teman-teman RunJani sebagian sudah meninggalkan kami sementara beberapa kawan RunJani juga masih ada tak jauh di belakang.

Memasuki Padang Savana Sembalun, sedikit demi sedikit fajar pagi mulai menyingsing di ufuk timur. Headlamp mulai kami matikan. Sesekali sambil berlari kecil saya menikmati momen sunrise yang begitu cantiknya. God is great and the sunrise was beautiful

Tak tahan dengan godaan indahnya alam sekitar, saya pun mengeluarkan hp dari tas. Saling jepret dengan Gigih dan mengambil swafoto sejenak.

Gunung Rinjani dari Padang savana

Rinjani 100

Berhenti sejenak demi mengagumi keindahan ciptaanNya

Rinjani 💯

Selfie dulu donk

Tak terasa, pukul 6.20 Wita kami sudah berada di check point pertama, di pos 1 pelawangan Sembalun. Kami melapor ke official, scan bracelet sambil minum di WS (waterstation) yang disediakan, lalu kami melanjutkan pelarian.

25 menit kemudian kami mencapai pos 2, pos yang biasanya digunakan pendaki untuk beristirahat bahkan nge-camp. Terdapat banyak tenda-tenda berdiri dan pendaki yang sedang menikmati sarapan.

Kami tak berhenti di pos 2, lanjut ke pos 3 saja. Elevasi mulai tinggi, jalan semakin menanjak dan peluh sudah membasahi baju. Saya dan Gigih bertekad untuk beristirahat di pos 3 saja.

Sekitar 7.20 kami tiba di pos 3.

Wow. Cukup cepat juga rasanya.

Perut saya sudah mulai terasa ingin diisi. Sayapun mengeluarkan roti yang saya bawa. Setengahnya saya habiskan, sisanya saya simpan untuk di perjalanan selanjutnya. 1 butir salt stick (yang konon sebagai pengusir kram) saya minum. Tracking pole, yang sepanjang perjalanan tadi saya sampirkan di tas, saya keluarkan.

10menit kemudian kami melanjutkan perjuangan.

Yeap, perjuangan. Karena lintasan semakin ekstrim. Tanjakan demi tanjakan dengan kemiringan 45-60 derajat siap menyiksa kaki dan pinggang kami. Belum lagi debu yang semakin tebal juga menambah kesulitan setiap peserta yang melaluinya.

Kamipun mulai berpapasan dengan banyak pelari kategori 36, 60 bahkan 100.

*Pic by rungrapher*

Gile juga nih orang-orang, pikir saya. Saya aja belum sampai pelawangan, eh mereka malah udah turun.

Saking beratnya lintasan menuju pelawangan ini, kami semakin sering berhenti. Sekadar untuk ngaso, minum atau saling memberi semangat.

Kali ini strategi yang saya gunakan adalah “lima satu”. Yakni lima kali melangkah, satu kali istirahat. Ditambah mantra “kuat, sehat, tangguh” yang selalu kami rapal untuk menyemangati kaki-kaki kami. Ucapan adalah doa, bukan begitu?

Karena terjalnya bukit-bukit yang harus kami lewati, ditambah kondisi fisik yang mulai melatih, kram pun muncul. Deim!

Saya dan Gigih pun sempat bergantian saling pijit… Haha… What a team.

Setelah entah berapa bukit panjang terlewati, akhirnya nampaklah deretan tenda. Wah! Pelawangan Sembalun sudah di depan mata, coy! Semangat kembali muncul….

Saya pun melirik jam di pergelangan tangan kiri saya. Wah… Masih 09.45. Goks!

*****

Touch down Pelawangan Sembalun!

Rinjani 💯

At pelawangan Sembalun

Pukul 10.00 kami tiba di check point kedua yaitu di Pelawangan Sembalun. 5 jam kami tempuh untuk melewati 13,5k dan elevation gain 1703m.

Puji Tuhan… Alleluia… Sudah setengah jalan.

Sambil berjalan menuju panitia, saya melirik keindahan danau segara anak dari atas. Lagi-lagi saya terkagum-kagum atas ciptaanNya.

Di WS2, Scan barcode, kemudian menikmati refreshment yang disediakan panitia. Minumannya ada Coca cola, pocari, air mineral. Sedangkan makanan ada buah-buahan (semangka, jeruk), roti lapis dan popmie.

Suasana di WS 2 (pelawangan Sembalun)

*Pic by rungrapher*

Saya hanya memakan jeruk, semangka, dan minum Coca cola juga air mineral, tak lupa me-refill stock minuman.

Sungguh senangnya melihat gerombolan kawan RunJani yang sudah duluan tiba. Kami pun saling menyemangati. Saya keluarkan handphone dan saya menelepon istri untuk mengabarkan bahwa saya sudah tiba di setengah perjalanan.

Lumayanlah setelah nelpon istri, makan refreshment, dan nenggak 1 suplemen (Gu-Gel dan salt stick) energi seperti habis dicas kembali. Badan fresh!

Melihat sisa waktu 3.45 menit saya merasakan kalau rasa-rasanya ada sedikit peluang untuk bisa finish sesuai COT. Segera saya melangkah turun meninggalkan Gigih yang masih berkemas-kemas (sorry ya miq, saya tinggal. 😁).

Tinggal turun aja nih!

*****

Downhill.

Buat saya pribadi, downhill jauh lebih menyenangkan daripada uphill. Kecepatan saya lebih maksimal. Dengan agak ngebut saya menuruni bukit-bukit berdebu dan cukup curam itu. Banyak pelari yang terjatuh ketika menyusuri bukit penyesalan.

Saya mulai menargetkan diri saya sendiri. Harus bisa tiba di pos 1 sebelum jam 12. Dengan asumsi 2 jam tersisa cukup untuk jalan santai dari pos 1 sampai garis finish.

11.10 saya tiba di pos 3. Sendirian.

Sial ketika meloncat naik pos 3, kaki kanan saya kram luar biasa. Rasanya sakit sekali. Saya menenangkan diri. Lagi-lagi saya menelan salt stick untuk mengusir kram. Cukup lama saya beristirahat sampai kaki dapat diajak kompromi.

“Kuat, sehat, tangguh”.

“Kuat, sehat, tangguh”.

Demikian teriak kepala kepada kaki.

Dengan speed yang menurun, tidak seperti dari Pelawangan ke pos 3, saya menyemangati diri sendiri untuk tiba di pos 2 dulu.

Ternyata setibanya di pos 2, pendaki semakin ramai. Bahkan jauh lebih ramai dari ketika pagi kami lewati. Lagi-lagi saya hanya melewati tanpa istirahat di pos 2.

Dikit lagi, dep… Dikit lagi pos 1.

Padang Savana *Pic by rungrapher*

Panas terik semakin menyiksa, beriringan dengan kram yang mulai “datang-hilang” bergantian di otot lutut bagian belakang. Belum lagi batu-batu kecil yg nyelip masuk ke dalam sepatu benar-benar membuat jalan nggak nyaman. Sementara mau lepas sepatu takut keram ketika jongkok. Huftttt…

*****

Touch down pos 1.

Pos 1. Check point terakhir sebelum finish.

Yess!! 11.47.

Lebih cepat dari target saya.

Senyum-senyum sendiri sambil meringis karena menahan rasa sakit pada kaki.

Minum Coca cola, pocari dan air mineral kemudian Refill stock air minum.

Saya sempat meminta obat semprot pengusir kram pada panitia tapi ternyata hanya ada salep gosok. Ya sudahlah ya… Dari pada gak ada. Tak lupa juga saya menenggak salt stick terakhir yang saya punya.

*****

The real battle.

Jam 11.55 saya meninggalkan pos 1.

Rasanya saya semakin optimis untuk bisa finish di bawah COT.

Kacamata yang sepanjang perjalanan saya abaikan, kini saya pakai. Panas terik dan silau yang menyiksa mata tak bisa ditolerir lagi.

Ternyata…. Perjalanan dari pos 1 menuju garis finish adalah perjuangan yang paling berat menurut saya. Walau elevasinya tak seekstrim pos1 ke pelawangan atau sebaliknya, tetapi kondisi badan yang semakin “ampas”, panas yang luar biasa, plus kram yang menyerang bertubi-tubi di kaki kanan dan kiri membuat saya bisa bilang “this is the real battle”.

Berperang dengan pikiran. Inilah “melawan malas” yang sesungguhnya.

Bahkan untuk keluar sampai ke gerbang bertuliskan Taman nasional gunung Rinjani” saja rasanya panjangggg dan jauhhhh sekali.

Prediksi awal saya meleset. 1 jam tak cukup untuk jalan cepat dari pos 1 sampai finish. Bahkan jarum pendek di jam tangan saya sudah melewati angka 1 dan saya baru memasuki jalan aspal. Deim!

Kebosanan parah melanda saya! Saya mulai parno. Gimana kalau saya blackout di jalan karena panas dan ngedrop lalu gagal finish? Arghh…. Untuk pertama kalinya saya mulai berpikiran negatif. Gawat! Saya menenangkan diri kembali , mulai menyingkirkan perasaan negatif dan bernyanyi- nyanyi lagu rohani. (Halahhhh deppp… Kalau pas begini aja sok relijius… ) 🙈

Saking bosan dan demi menyingkirkan pikiran buruk, saya memutuskan untuk menelepon istri. Memberi kabar tentang posisi terakhir, berjalan sambil ngobrol ngalor ngidul. Bahkan saya sampai menyuruh istri saya ngomong sendiri dan saya hanya mendengarkan ceritanya membahas apa saja agar saya teralihkan dari rasa bosan. Hahaha…

20 menitan ngobrol sambil berharap sudah berada di tikungan terakhir sebelum finish. Tapi kenyataan tak sesuai harapan. Haha… Kok rasanya ngga abis-abis ini jalan aspal… Edyannnnn!

I feel so frustated but i gotta finish this shit! 😁

keep walking

Akhirnya.. hotel Nusantara nampak di depan. Yes! Yes! Yes!! Tikungan terakhir!! Thanksssssssss.. God…..

Tak terasa, air mata saya menetes. Mungkin begitu terharu setelah melewati perjuangan yang luar biasa ini. 100 meter terakhir saya tak dapat menahan keharuan, di finish line nampak istri saya menyambut dengan sumringah bersama tim support RunJani.

And then i crossed the finish Line…

I Made it!!

*****

8 jam 27 menit!

Official result.

I just Can’t believe it!!!

I got the medal.

The best medal

Rasa senang semakin sempurna ketika melihat Gigih sang partner nanjak juga berhasil finish under COT.

Wooohooo!!

*****

Supaya postingan ini agak berfaedah dikit, izinkan saya untuk berbagi sedikit tips bagi kalian yg juga pemula dan akan mengikuti race trail run. Maafkan kalau si pemula ini lancang/sotoy dan ada yg ngaco tipsnya. Cmiiw, please. 😂🙏

1. Latihan, latihan dan latihan. Gak cuma latihan road, tapi juga trail, repeat hill, interval dan tempo. Jangan kayak saya yang males. 🙈

2. Persiapkan gear dan buatlah check list h-1 barang yang akan dibawa ketika lomba. Pengalaman saya kemarin agak riweuh ketika mau ke titik start buff ngga tau di mana, kelupaan bawa walkman (this is why saya akhirnya nyanyi sendiri instead pake music player), lupa bawa kabel buat power bank, lupa bawa “doping pribadi”.

3. Pelajari Medan yang akan ditempuh, bisa lewat baca-baca referensi di web lomba, postingan peserta tahun lalu, atau nanya ke yang lebih paham. Mencoba rute beberapa kali sebelum race akan memberi keuntungan ketika lomba. Saya bersyukur pernah 2x mendaki jadi cukup ngerti track yang dilalui. Inilah mengapa saya membawa 2 tracking pole yang ternyata sangat-sangat membantu saya ketika menanjak. Gak kebayang kalau saya ngga bawa. Rasanya agak mustahil bisa finish under COT.

4. Istirahat yang cukup sebelum lomba dan jaga makanan. Jangan kayak saya yang makan sembarangan sampai diare di h-1. 😦

5. Asah mental, karena lomba semacam ini lebih menyiksa mental dibandingkan fisik. Ketika fisik drop tetapi mental masih kuat, maka kita akan tetap semangat melangkah. Vice Versa. Begitu sebaliknya. Yang membuat saya masih melangkah ketika kram di kaki kanan dan kiri adalah semangat dan tekad. 😁

6. Atur strategi dengan baik. Jangan “ngegas” di awal tapi malah kedodoran di tengah/akhir.

7. Enjoy the nature and always think positively.

Monggo kalau ada yang mau nambahin, silahkan komen di kolom komentar. 😁

*****

All the glory must be to the Lord, but i have to say thanks for all Semeton Pelai RunJani.

Thank u Soo much.

RunJani is the best.

Rinjani 💯 CADASSSS!!!!!

Hidup adalah kesempatan

Hidup ini adalah kesempatan

Hidup ini untuk melayani Tuhan

Jangan sia-siakan apa yang Tuhan bri Hidup ini harus jadi berkat…

Reff :

Oh Tuhan pakailah hidupku

Selagi aku masih kuat

Bila saatnya nanti Ku tak berdaya lagi

Hidup ini sudah jadi berkat

Barisan kalimat di atas adalah lirik lagu rohani (Kristen) berjudul “Hidup adalah kesempatan” ciptaan Pdt. D Surbakti.

Entah kapan tepatnya pertama kalinya saya mendengar lagu ini, kayaknya sih belum lama banget, tapi seminggu terakhir saya seperti dikasih “kode” sama Tuhan untuk dengerin lagu ini.

Dari di gereja ketika kebaktian menonton vokal grup yang nyanyi lagu ini, terus berlanjut di sosmed beberapa kawan membagikan lirik lagu ini.

Saya jadi mikir, ada apa dengan lagu ini?

Ada apa dengan hidup saya?

Hmmmm~

Jarang-jarang nih saya jadi berkontemplasi begini (Halah! Bahasamuuu deepppp!! 😅 )

Tapi jujur saya jadi mikir (agak) berat, apa hidup saya belum berarti ya? Or Tuhan pengen saya lebih lagi melayani dan lebih menjadi berkat bagi orang-orang?

I guess so….

Kalau dipikir-pikir emang apa sih tujuan kita ada di dunia ini? Masa cuma buat makan, minum, bersenang-senang, belajar, bekerja, cari duit, beranak-pinak?

Menurut saya pribadi sih, kita hidup ini ya tujuannya untuk berguna bagi orang lain. Belajar, bekerja dan semua kegiatan yang kita lakukan selayaknya ya nggak cuma buat kita sendiri. Tapi buat orang lain.

Blessed to be a blessing, kan ya?

Oh iya, saya jadi ingat beberapa Minggu yang lalu nemu sebuah status di tuiter yang cukup menohok saya.

Benar-benar cocok banget sama lirik lagu di atas yaaa…

Oh Tuhan, terima kasih untuk renungan hari ini. Kiranya Kau memampukanku untuk selalu semangat melayani dan menjadi saluran berkat bagi lebih banyak orang.

Amennnnnn 🙏